Oleh: Viktor Jahana, Hélio Pereíra dan Oscar A. Martins
Pendahuluan
Kemerdekaan selalu menghasilkan dua sisi mata uang yang bertentangan. Kelompok kaya yang bersekutu dengan kekuasaan. Mereka menikmati keuntungan dari kemerdekaan karena memiliki bergelimangkan harta kekayaan. Sedangkan kelompok kedua, yakni kaum miskin. Mereka memiliki distansi politik dengan penguasa, mereka tidak beruntung, hidup dalam susah payah dalam kehidupan social ekonomi. Dua hal ini selalu menjadi persoalan besar dalam kehidupan suatu bangsa. Negara yang baru merdeka seperti Timor – Leste, nampaknya sudah ada distorsi yang cukup besar dalam masyarakat, yakni kelompok kaya dan miskin. Fakta politik menunjukan bahwa persoalan kemiskinan di Negara Timor – Leste, pasca kemerdekaannya semakin bertambah banyak seiring dengan carut marut politik yang kurang menentu.
Penelitian yang dilakukan oleh salah satu lembaga internasional UNDP, mengatakan bahwa, 40% penduduk Timor – Leste, hidup dalam kemiskinan pasca kemerdekaan. Kondisi ini merupakan dampak negatif dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, akses di bidang ekonomi masih sangat terbatas (Infrastruktur jalan raya dan transpotasi masih minim).
UNDP mengatakan pendapatan perkapita Timor Leste US$ 370 atau setara 3,4 juta pertahun. Hal ini menempatkan Timor – Leste, sebagai Negara termiskin di kawasan Asia pasifik. Walaupun kenyataannya belum ditemukan para pengemis atau tukang minta-minta dipinggiran jalan, atau di pinggiran tokoh seperti di Negara-negara lain di dunia. Mereka dikatakan miskin, karena belum memenuhi standar hidup yang layak dalam kehidupan pada umumnya.
Kemiskinan adalah salah satu isu global, yang menuntut semua orang memberikan perhatian yang serius. di Negara-negara besar seperti Amerika, Cina, India dan Indonesia, Kemiskinan bisa disebabkan karena melonjaknya jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan produktivitas dalam negara, sedangkan Negara kecil seperti Timor leste, kemiskinan bukan disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar tetapi karena masih terbatasnya akses di bidang pendidikan (SDM) masyarakat. Rendahnya pendidikan masyarakat dan akses lain yang bisa memdongkrak kehidupan ekonomi (infrastruktur jalan raya, transpotasi, kreativitas masyarakat yang masih minim), serta masalah politik nasional yang kurang populis, yang memberi dampak buruk bagi kehidupan social ekonomi masyarakat dalam Negara tesebut.
Amerika Serikat, salah satu Negara industri maju dan terkaya di dunia, lebih dari 36 juta jiwa atau sekitar 14% dari total populasinya, ternyata masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, sekitar satu dari tujuh warga Amerika adalah miskin. (Suharto, 2013, 239). Bagi kita, anggota masyarakat dunia, kondisi ini mencengangkan karena Negara yang terkenal kaya raya, toh masih ada masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, apalagi Negara-negara sedang berkembang (developing countries), negara baru merdeka, seperti Timor Leste, mungkin masih bisa dianggap wajar. Timor Leste adalah Negara yang baru merdeka di abad millinium, dia mendapat Restorasi kemerdekaannya pada tanggal 20 Mei 2002 dan menjadi anggota PBB yang 191. Atas dasar itu, maka kemiskinan yang dialami oleh masyarakatnya masih bisa dimaklumi oleh masyarakat dunia.
Kemiskinan Dampak dari lamanya penjajahan
Timor – Leste, adalah salah satu Negara kecil (separuh dari pulau Timor) di kawasan Asia Pasifik, dengan ukuran luasnya15.007 km2 dengan jumlah penduduk 1.268 juta ( Menurut sensus penduduk 2018). Menurut hasil penelitin yang dilakukan salah satu lembaga internasional UNDP, jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskin sebesar 40 % dengan angka pendapatan perkapita pertahun US$370 atau setara dengan 3,4 juta pertahun. Angka ini terbilang kecil dibandingkan dengan pndapatan perkapita Negara-negara berkembang lainnya. Kemiskinan selalu diakumulasikan dengan pendapatan perkapita penduduk, sehingga bisa dikategorikan sebagai Negara kaya atau miskin. Tetapi aspek lain juga perlu dipertimbangkan, aspek social politik dalam suatu Negara.
Ada beberapa penulis yang mendefinisikan kemiskinan sebagai kelangkahan barang kebutuhan primer dan sekunder. Kebutuhan primer berupa pangan, sandang dan papan, sedangkan kebutuhan sekunder adalah kelangkahan barang kenikmatan, kemewahan, dll. Jadi, kemiskinan adalah kelangkahan barang kebutuhan primer dan sekunder . (Ahmadi, 2009, 323). Dari perspektif ini, maka kemiskinan pada dasarnya berkaitan dengan keterbatasan atau kelangkahan barang yang berkaitan dengan kebutuhan primer dan sekunder dalam kehidupan manusia. Jadi semua penulis, menyetujui bahwa kemiskinan itu dipahami sebagai kelangkahan barang yang merupakan kebutuhan primer dan sekunder masyarakat.
Dalam perjalanan kemerdekaaan Timor – Leste, ada 3 fase yang menjadi dasar penting yang perlu diingat berkaitan dengan kehidupan social ekonomi masyarakatnya. Fase pertama, jaman penjajahan Bangsa Portugal. Portugal menjajah Timor – Timor, selama 450 tahun. Sebuah masa yang sangat lama. Pada masa penjajahan itu, rakyat Timor – Leste tidak memberikan peluang untuk bisa hidup secara wajar seperti masyarakat lainnya di muka bumi ini. Mereka tidak diberi akses di bidang pendidikan, social dan ekonomi. Selama Portugal menjajah Timor – Leste, akses di bidang ekonomi sangat terbatas, akses sector ekonomi hanyalah orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi. Sementara pada waktu itu, orang Timor – Leste hanya berpendidikan sampai pada tingkat pendikan Quarta Class ( setingkat kelas 4 SD), sehingga bagaimana pendidikan rendah seperti ini bisa akses ekonomi taraf yang tertinggi, sangat tidak mungkin terjadi.
Mayoritas orang Timor- Leste hidup dalam suasana miskin selama penjajahan bangsa Portugal. Mereka miskin secara ekonomi dan hanya menikmati pendidikan rendah. Bahkan saat Bangsa Portugal meninggalkan Negara seberang lautan (Timor-Timor), Portugal melepaskannya dalam suasana ekonomi yang parah di Potugal, dalam keadaan krisis Portugal meninggalkan Timor-Timor dalam keadaan krisis ekonomi di Portugal, terjadi Revolusi bunga di Portugal pada saat itu. Dan Portugal tidak memiliki dana lagi untuk menghidupkan rakyatnya di seberang lautan (Timor Leste). Jadi, Timor Leste sudah hidup dalam suasana miskin sejak jaman Portugal.
Fase kedua, jaman Indonesia. Sepeninggalan Portugal dari pulau seberang lautan (Timor – Leste), kehidupan ekonominya semakin parah, karena masa transisi itu diselimuti oleh konflik, perang saudara, konflik internal antara sesama orang Timor disebabkan perbedaan ideologi politik. Ada beberapa partai yang berkonflik pada saat itu, antara lain FRETILIN, UDT, APODETE, KOTA dan TRABALHISTA. Kelima partai ini memiliki ideologi yang berbeda. Partai FRETILIN merindukan kemerdekaan, berdiri di atas kaki sendiri, dengan semboyannya yang tekenal “mate ka Moris, Ukun rasik an”(Mati atau hidup, merdeka sendiri). Partai Fretilin mati-matian berjuang agar Timor Leste merdeka sendiri, di atas kaki sendiri.(Bilveer Singh, 1995, 145-150)
Tetapi partai UDT, KOTA, APODETE dan TRABALHISTA berideologi lain, mereka berpandangan bahwa kita belum mampu merdeka karena Negara kita belum memiliki kemampuan untuk merdeka sendiri, seperti SDM masih minim, sector ekonomi belum tumbuh secara baik, infrastruktur masih terbatas dan hal lain masih sangat sulit. Sebaiknya, kita berintegrasi dengan Indonesia dulu, setelah itu baru pelan-pelan meminta kemerdekaan dari pemerintah Indonesia. Maka pada tanggal 30 November 1975, diselenggarakannya penandatanganan Balibo, yang ditandatangani oleh Francisco Lopez da Cruz, mewakili 4 partai yaitu KOTA, APODETE, UDT dan TRABALHISTA, dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan secara sepihak oleh Partai FRETILIN (28 November 1975). Atas dasar itu, maka kedua pimpinan partai ini berdiskusi dengan petinggi Indonesia untuk berintegrasi dengan Indonesia. Lalu, pada tahun 1975 Indonesia melakukan occupation (pendudukan) paksa Timor-Timur dan terjadi perang besar-besaran antara TNI dan Militant partai Fretilin. Pada dasarnya Partai Fretilin tidak menyetujui pendudukan paksa Timor-Timor oleh Indonesia. Lalu, Indonesia menjadikan Timor-Timor sebagai propinsi bungsunya (propinsi yang ke 27 NKRI).
Sejak berada dalam NKRI, maka berbagai akses mulai di buka, akses bidang pendidikan mulai dibuka secara luas, banyak putra-putri Timor – Leste yang menikmati pendidikan di Indonesia dan di luar negeri, akses ekonomi dan informasi mulai berjalan baik. Pembangunan di Timor – Leste bejalan lancar (bidang infrstruktura) jalan raya, jembatan dibangun dan infrastruktur lainnya. Bahkan Timor – Timur sebagai propinsi bungsu Indonesia diperhatikan secara khusus kesejahteraannya. Timor-Timor mulai bangkit dalam skala ekonomi makro. Tetapi ekonomi mikro kurang di benah secara baik karena masyarakat mayoritas masih meridukan kemerdekaaan sendiri, masih banyak masyarakat yang berjuang dari hutan dan bekerja sama dengan mereka yang tinggal di kota, untuk memerdekakan Timor – Leste. Kehidupan ekonomi belum merupakan bagian terpenting dalam kehidupan mereka, yang terpenting kemerdekaan.
Sejak jaman Indonesia, Gerilya di hutan melawan militer Indonesia juga terus berjalan. Semacam integrasi yang dipaksakan tetapi mereka sendiri tidak merindukan integrasi. Salama jaman Indonesia kehidupan ekonomi mereka dalam keadaan wajar-wajar saja (Standar hidup normal). Sejak jaman Indonesia konflik secara ekonomi hampir tidak ada, yang ada hanya konflik politik yaitu Fretilin dengan dengan TNI, sebab pejuang kemerdekaan selalu berusaha untuk medeka. Konflik yang berkepanjangan itu, pada akhirnya menghasilkan kemerdekaannya pada tanggal 20 Mei 2002. Walaupun dilalui dengan korban kematian, darah dan air mata.
Jadi selama masa penjajahan kehidupan ekonomi Timor – Leste, berada dalam kondisi yang sangat sulit. Pada jaman okupasi Indonesia banyak warga Timur – Leste mati kelaparan sebagai dampak dari perang yang berkepanjangan. Bahkan sebagian penduduknya meninggal akibat kondisi kelaparan yang sangat parah. Menurut cerita masyarakat saksi hidup di jaman itu, mayoritas penduduk Timor – Leste mati, bukan karena perang tetapi karena mati kelaparan , akibat stok makan sudah habis. Jadi masyarakat Timor – Leste sudah melewat kondisi yang sangat sulit dalam kehidudupannya di masa lalu.
Kemiskinan setelah kemerdekaan, dampak Negtif Carut- marut politik nasional
Kesulitan ekonomi Timor – Leste, belum selesai pada jaman perang tetapi masih berlanjut setelah kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan masih banyak persoalan ekonomi yang harus di selesaikan oleh petinggi negeri separuh pulau Timor itu. Pada awal kemerdekaan, perekonomian masih sangat sulit, bahkan untuk menghidupkan staf pegawainya Perdana Menteri ( Mari Alkatiri) waktu itu harus berputar otak untuk menghidupkan pegawai di kantornya karena keuangan Negara belum ada, minyak celah Timor belum bisa menghasilkan uang pada waktu itu.
Dan masyarakat waktu itu masih hidup menderita secara ekonomi. Pada awal merdeka situasi politik juga masih menjadi persoalan karena mayoritas masyarakat tidak menyetujui Mari Akatiri sebagai PM. Terjadi perang urat syaraf antara Mari Alkatiri dan Xanana Gusmao pada awal kemerdekaan yang berdampak pada lengsernya Mari Alkatiri dari Perdana Menteri pertamaTL, pada tahun 2004 dan dilanjutkan dengan Krisis politik berbau Ras, Lorosae dan Loromonu pada tahun 2006. Krisi 2006 menandai kehidupan ekonomi Timor – Leste, semakin parah, roda ekonomi nasional berhenti total karena perang saudara.
Penulis selaku saksi hidup pada krisis 2006 di Timor – Leste, sungguh-sungguh merasakan suasana pahitnya kehidupan politik pada waktu itu. Sesama saudara se Timor – Leste bermusuhan dan saling curigai, sungguh sangat mencekam kondisi politik saat itu, roda ekonomi tidak berjalan, pendidikan berhenti. Semua orang mencari perlindungan untuk bisa bertahan hidup, pemimpin politik mengambil posisi diam di tengah konflik yang terjadi itu.Kota dili seperti kota maati tanpa pemimipin.(Ermenejildo,2007, 28-30).
Mayarakat tidak menaruh simpati lagi dengan sejumlah pemimpin politik yang menyengsarakan masyarakat, dengan sejumlah jargon politik yang menhancurkan kebersamaan dalam perjuangan kemerdekaan dulu. Mayarakat mulai psimis dengan masa depan bangsanya sendiri. Berbagai masalah politik ini berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi Negara yang terus menerus tidak berubah atau stagnan.
Krisis politik lain bahkan berdampak negative pada kematian dua tokoh penting dalam Negara, kematian Mayor Alfredo Alves Raynaldo dan Mauk Moruk. Kedua tokoh ini merupakan korban politik nasional di masa lalu (di era kemerdekaan ).(Time Timor, no.14, Februari 2008).
Tahun 2020, Pemerintah Timor – Leste, tidak memiliki APBN, karena tidak lolos dalam sidang keuangan di parlemen.
Dengan demikian, rakyat semakin menderita oleh carut marut politik nasional. Semua masalah ini bisa memberikan kontribusi besar terhadap kemiskinan masyarakat. Carut- marut politik yang tidak menentu ini memberi dampak negatif secara nyata terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat. Bertambahnya orang miskin di daerah pedesaan terpencil, di sudut-sudut kota berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam keadaan susah.
Adat Istiadat, dampak kemiskinan
Dampak lain munculnya kemiskinan di Timor – Leste adalah adat istiadat yang sangat membebani masyarakat. Ada istilah dalam bahasa Tetun “La mate no Lia moris” ( urusan orang mati dan orang hidup), sangat membebani ekonomi masyarakatnya bahkan demi urusan dua hal ini, pendidikan anak diabaikan dan rela meminjam uang di mana saja demi mengatasi masalah adat istiadat ini. Sehingga praktisnya, kebutuhan sandang, pangan dan papan tidak bisa terurus dengan baik.
Lia mate (berurusan dengan orang mati), dalam tradisi Timor – Leste, keluarga yang meninggal kalau masih memiliki hubungan darah ( sebagai anak mantu, saudara, atau keluarga dekat wajib membawa hewan (kerbau, babi, atau kambing), untuk disembelikan pada saat penguburan atau pada acara Kore metan/acara kenduri, disajikan ke tamu-tamu yang hadir). Tradisi ini sudah merupakan turun-temurun dan sedikit sulit dihilangkan. Dalam acara seperti ini, keluarga yang meninggal bisa membunuh puluhan ekor hewan, bahkan sampai ratusan ekor hewan disembelikan. Adat istiadat yang terbilang berbiaya mahal.
Lia moris (urusan orang hidup). Masalah adat untuk orang yang masih hidup banyak sekali. Diantaranya, pertama, masalah urusan rumah adat atau membuat rumah adat, biasanya menghabiskan sejumlah hewan, kalau bukan dengan hewan (kerbau, babi, atau kambing) pasti dengan uang untuk menyelesaikan rumah adat tesebut.
Hal itu dianggap wajib bagi anggota yang berlindung di bawah rumah adat tersebut. Kedua, urusan kawin mawain, urusan kawani mawain di Timor – Leste menghabiskan biaya banyak. Belis wanita di Timor – Leste, terbilang tinggi/mahal dan urusan adat-istiadatnya sangat panjang.
Semua urusan lia mate dan lia moris ini memberikan dampak besar pada kehidupan ekonomi rumah tangga. Bahkan bisa menambah panjang barisan kaum miskin dalam masyarakat. Akibat dibebani oleh urusan adat yang banyak itu, orang miskin selain menderita karena kekurangan kebutuhan primer dan sekunder, tetapi orang miskin juga diperalat para penguasa dan orang kaya untuk mensukseskan program kerja mereka.
Fungsi Orang miskin
Seorang peneliti yang bernama Herbert Gans (1972),melakukan penelitian di Amerika Serikat, dari penelitiannya, Gans menemukan ada 15 fungsi orang miskin di Amerika Serikat (Dasmar, Indrayani, 2009,49), diantaranya :1). Menyediakan tenaga untuk pekerjaan kotor bagi masyarakat. 2). Memunculkan dana-dana social (funds). 3). Membuka lapangan kerja baru karena dikehendaki oleh orang miskin. 4). Memanfaatkan barang bekas yang tidak digunakan oleh orang kaya. 5). Menguatkan norma-norma social utama dalam masyarakat. 6). Menimbulkan altruisme terutama terhadap orang-orang miskin yang sangat membutuhkan santunan . 7). Orang-orang kaya dapat merasakan kesusahan hidup orang miskin tanpa perlu mengalaminya sendiri dengan membayangkan kehidupan orang miskin . 8). Orang miskin memberikan standar penilaian kemajuan bagi kelas lain. 9). Membatu kelompok lain yang sedang berusaha sebagai anak tangganya. 10). Kemiskinan menyediakan alasan bagi munculnya kalangan orang kaya yang membantu orang miskin dengn berbagai badan amal. 11).Menyediakan tenaga fisik bagi pembangunan monumen-monumen kebudayaan. 12). Budaya orang miskin sering diterima pula oleh strata social yang berada di atas mereka. 13). Orang miskin berjasa sebagai “kelompok gelisah” atau menjadi musuh bagi kelompok politik tertentu. 14). Pokok isu mengenai perubahan dan pertumbuhan dalam masyarakat selalu di letakan di atas masalah bagaimana membentu orang miskin . 15). Kemiskinan menyebabkan system politik menjadi lebih sentris dan lebih stabil.
Dari temuan yang dilakukan Gans dalam penelitiannya, hal ini cukup relevan dengan kenyataan yang terjadi di Timor Leste. Seringkali orang miskin mengalami situasi seperti ini. Orang miskin seringkali menjadi tenaga kerja untuk pekerjaan kotor dan orang miskin menjadikan alasan untuk mendapatkan bantuan dana dari Negara-negara kaya.
Penyelesaian masalah Kemiskinan
Sebagaimana kita ketahui, masalah kemiskinan adalah masalah global yang menuntut perhatian dan kepedulian yang seius bagi semua orang. Bagaimana penyelesaiannya? Setiap bangsa memiliki sebab yang berbeda atas terjadinya kemiskinan di wilayahnya, maka langkah penyelesaian masalah kemiskinan tentu berbeda-beda setiap bangsa.
Pada bagian ini, penulis coba menyelesaikan masalah kemikinan di Timor Leste berdasarkan sebab yang terjadi selama ini, sebagai dampak nyata berkembangnya masalah kemiskinan ini di Timor Leste.
Pertama, Miskin akibat penjajahan yang terlalu lama. Portugal menjajah Timor Timor 450 tahun dan Republik Indonesia sekitar 25 tahun. Dan masalah ini sudah selesai, kita sudah merdeka, sudah berdiri di atas kaki sendiri, kita sudah bebas berekspresi menyatakan diri dalam kehidupan secara ekonomi. Hal ini sudah diakui oleh dunia internasional pada tanggal 20 Mei 2002. Kita sudah hidup dalam alam kemerdekaan, bebas berekspresi dan menyatakan pendapat. Kita bisa memulai menata kehidupan ekonomi kita secara baik di alam kemerdekaan ini.
Kedua, Kebijakan politik nasional. Politik nasional yang tidak menentu berdampak semakin lebarnya ruang kemiskinan di masyarakat. Pemerintah harus membuat undang-undang politik yang memberi jaminan kehidupan masyarakat. Politik tidak boleh untuk kepentingan kekuasaan semata, tetapi harus memberikan kepastian bahwa politik menjamin kebahagian masyarakat secara keseluruhan.
Karena itu, korupsi, kolusi dan nepotisme harus diberantas sampai ke akar-akarnya agar masyarakat bisa memberikan kepastian di masa depannya. Harus bisa menciptakan pemerintah yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, APBN harus dijamin oleh undang-undang, harus selalu lolos dalam setiap tahun APBN, bebas dari interese partai politik apapun. Sebab melalui APBN bisa menjamin peredaran uang di masyarakat akan berjalan baik lewat implementasi program yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab tahun 2020 ini APBN Timor Leste tidak lolos di parlemen nasional, sehingga program pemerintah tahun ini tidak bisa dijalankan secara baik.
Ketiga, Adat Istiadat. Urusan adat istiadat yang menghabiskn biaya besar, perlu disederhanakan dan pemerintah harus terlibat dalam membuat regulasi terhadap kebijakan urusan adat ini agar tidak berdampak negative terhadap kehidupan ekonomi keluarga. Acara peste yang menghabiskan biaya besar harus dipertimbangkan agar tidak menelan biaya besar pada waktu yang singkat. Budaya konsumtif di Timor Leste perlu disadarkan oleh pemerinah dan para pemimpin gereja katolik agar masyarakat sadar dan paham pelaksanannya selama ini. Langkah ini bertujuan agar setiap anggota keluarga focus memperhatikan pada ekonomi rumah tangganya dibandingkan dengan beban urusan adat menelan biaya yang sangat besar.
Kesimpulan
Kemiskinan adalah nasib yang tidak harus dipelihara selamanya, tetapi perlu diberantas secepatnya, harus segera diputuskan rantai kemiskinan itu agar semua masyarakat mendapatkan kebahagian dalam kehidupannya. Kebijakan pemutusan rantai kemiskinan ini, bermula dari diri sendiri (para kaum miskin), mental baja untuk keluar dari situasi ini melalui kerja keras dan belajar cara hidup pada orang sukses, langkah pertama. Kedua, membangun kebijakan nyata dari pihak pemerintah, melalui options for the poor.
Kebijakan politik Negara yang mendatangkan hasil berkelanjutan on going production (produksi yang berkelanjutan), bukan saja memberikan bantuan tunai langsung, yang menghasilkan pasifnya inasitif masyarakat untuk berjuang tetapi harus ada program kerja nyata yang bisa menjawab persoalan kemiskinan ini. Menciptakan program yang memungkinkan masyarakat bisa bekerja keras membangun masa depannya secara mandiri. Kemiskin harus merupakan musuh semua elemen, pemerintah dan masyarakat, perlu kerja sama yang pro aktif agar musuh besar ini segera berakhir dari Bumi Timor Leste.
Refrensi
Ahmadi, Abu. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Rineka Cipta. Jakarta
Dasmar, Indrayani, 2009. Sosiologi Ekonomi. Kharisma Putra utama. Jakarta
Ermenejildo da Costa, Artikel dalam Majalah Time Timor, Edisi 3, tahun 2007
Konfransi Wali Gereja Indoonesia . 1996. Iman Katolik. Kanisius dan Obor. Jakarta
Majalah Time Timor, no.14, tahun III, Februari 2008
Suharto. Edi.2013. Kebijakan Sosial, sebagai Kebijakan Publik. Alfabebeta. Bandung
Singh, Bilveer. 1995. East Timor, Indonesia and the World Myths and Realities (revised Edition). ADPR Consult (M) sdn. Bhd. Singapura.
Discussion about this post